BINTANG KEJORA DI TIMUR-TENGAH

BINTANG KEJORA DI TIMUR-TENGAH
Oleh: Ahmad Ubaidillah[1]
Jauh sebelum peradaban Islam lahir, terdapat sekian banyak peradaban besar yang tentunya pernah mengalami kejayaan dan merajai dunia di masanya, seperti Yunani, Romawi, India dan China. Selain itu dunia juga mengenal agama-agama Yahudi, Nasrani, Budha, Zoroaster, dan sebagainya[2]. Dengan demikian tidak diragukan lagi tentang sejarah yang menginformasikan bahwa sebelum turunnya al-Qur’an, Allah Swt. mengutus para Nabi dan Rasul di setiap antero umat dalam sebuah wilayah. Dengan risalah yang dibawanya, tidak sedikit dari umatnya yang ingkar dan hanya beberapa dari mereka yang janji (beriman). Tidak hanya para nabi dan rasul, Allah-pun menitiskan orang-orang shalih dan beriman di antara mereka, bahkan hingga diabadikan dalam Kalamullah yang mulia, seperti; Lukman, Ashabul Kahfi, Maryam dan lain sebagainya. Dimana mereka berpijak di situlah jejak peninggalan Islam berkibar, demikianlah suratan Allah yang telah digariskan dalam coretan takdirNya.
Salah satu tugas penting dari Rasulullah saw. adalah melanjutkan dan memurnikan kembali ajaran-ajaran para nabi sebelumnya, mengajak kembali Kaum Quraisy dan pemeluk agama lain untuk memeluk Islam. Karena terang tersirat dalam al-Qur’an bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani (Kaum Oportunis) telah mengubah-ubah kebenaran al-Wahyu dari Allah, mereka menyembunyikan kebenaran dan menulisnya menurut keinginan dan hawa nafsunya untuk sekedar mencari keuntungan dunia semata[3]. Sungguh indah Allah sikapi perbuatan mereka ini dalam al-Furqon yang mulia:
“Maka apakah kamu ingin sekali supaya mereka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka ada yang mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahuinya.[4] (Al-Baqarah: 75)
Demikianlah wahyu samawi yang disampaikan dalam lubuk hati Nabi al-Amin itu dapat menjadi sinar dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Maka berkat kemurnian dan keaslian yang tetap terjaga, al-Qur’an mampu menarik simpati disetiap penjuru negeri. Sebagaimana seorang pujangga mengatakan:
“Para Nabi dahulu datang dengan membawa ayat dan kemudian hilang, sedang Engkau datang dengan kitab yang tak akan hilang. Ayat-ayanya tetap baru meski masa telah berlalu, dihiasi keindahan asli, suci, murni, lagi sejati.[5]
Terlalu sulit bahkan berat untuk diungkapkan dalam lisan yang penuh luka (orang yang tidak beriman) bahwa risalah yang dibawa oleh Sang Pangeran Alam dengan mu’jizat berupa al-Qur’at adalah benar adanya, padahal kebanyakan dari mereka tidak menafikkan akan kebenaran al-Qur’an walaupun hanya mengandalkan rasio, ketakjuban mereka akan kesucian al-Qur’an tidak bisa dibohongi, namun lagi-lagi adalah hati yang bicara dan tentunya hidayah Allah yang mengaplikasikannya, karena dari hati yang terkunci mereka sulit untuk memasuki sentuhan keimanan Ilahi, bahwa al-Qur’an adalah benar dan merupakan kitab suci terakhir yang diwariskan Allah kepada Rasul-Nya sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, menjadi petunjuk dan menerangi jalan bagi mereka yang terlanjur sesat dikehidupannya.
Terlahir sebagai “Pendekar”ditengah-tengah masyarakat yang haus akan kejahatan dan bertaburnya nepotisme kebodohan, menuntut peran al-Qur’an semakin besar sebagai objek senjata Rasulullah dalam meluruskan pikiran-pikiran Kaum Quraisy yang Jahiliyah. Kehadirannya membawa sebuah visi dan misi kebenaran, siapapun yang mengamalkannya maka Ia selamat, maka tak heran bila kehadirannya menjadi inspirasi dan semangat dalam menjalani hidup, menyegarkan serta menyejukkan situasi di tengah kehausan duniawi, dan seakan memancarkan warna kontras keseluruh dunia, walaupun terlahir di tengah-tengah hitam-putihnya sebuah kota.
Mengungkap tabir dari sisi lain al-Qur’an satu di antaranya adalah induk pengetahuan, seakan sebuah perpustakaan besar yang terangkum dalam lembaran-lembaran kecil lagi tertata. Dengannya_lah lahir berbagai dimensi bidang ilmu, mulai dari tauhid, akidah, fiqh, qiro’at, filsafat dan masih banyak yang lainnya, yang dengan ilmu-ilmu tersebut di atas tercipta fariabel ilmu yang beranak-pinak lagi bercabang. Bahkan dalam metode keduniawian sekalipun seperti hukum, kedokteran, geografi, dan lain sebagainya, setidaknya terdapat dalam referensi al-Qur’an dan al-Hadist. Maka jikalau ilmu itu dishilahkan (urutan silsilah) dari yang paling rendah hingga akan menemukan induknya ilmu yaitu al-Qur’an. sungguh segala rahasia terungkapkan dalamnya, ini benar-benar menjadi keajaiban yang nyata jika manusia itu sendiri mau menggali, dan meneliti kemudian mewujudkannya, baik secara ilmiah maupun yang sulit diterima naluri.
Seorang Ilmuan ternama, yaitu Imam Az-Zarkani memberikan komentar: “Di sini kami memperoleh suatu pengertian bahwa al-Qur’an dengan seluruh aspek kemukjizatannya adalah abadi, tidak akan hilang dengan berlalunya masa, tidak akan mati dengan wafatnya Rasulullah saw. Ia akan tegak di muka bumi dan akan menghantam orang yang mengingkarinya[6]. Jelaslah al-Qur’an layaknya Bintang Kejora, mampu menyinari sisi gelap kehidupan manusia walau tanpa Sang Rembulan (Rasulullah) yang setia mendampinginya, Dia harus tetap menyelaraskan butir-butir kebaikannya secara global dan berlangsung di sepanjang zaman. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan kami benar-benar memeliharanya.[7] (QS. Al-Hijr: 9 )
Seiring bergulirnya waktu, al-Qur’an semakin mengakar dalam sendi-sendi umat Islam. Kehadirannya mampu menyejukkan hati, menyihir para pecintanya untuk semakin mencintai penciptanya (Allah swt.) belakangan menjadi sebuah budaya dan tradisi secara turun-temurun, agar terlihat pesona kecantikannya dan membawa angin segar bernafaskan Islami. Tentunya hal ini menyadarkan kita betapa Indah keagungan yang diwahyukan-Nya (al-Qur’an) baik dalam nuansa seni, sosial, maupun budaya, dan satu hal terpenting bahwa Ia akan tetap bersinar menerangi hitam di gelapnya kehidupan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis hanyalah manusiawi, tentunya banyak sekali kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Namun inilah alakadar pribadi, dapat menulis artikel inipun berkat izin Ilahi, apalah daya jika kebenaran yang ada tidak lain dari Allah semata. Semoga sedikit banyaknya terdapat hikmah yang bermanfaat untuk kita. Barokallah.
Daftar Pustaka:
1.       Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy. Study Ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
2.       Adian Husaini, DKK.  Islam Liberal, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
3.       Mushaf ‘Aisyah. Al-Qur’an Dan Terjemah untuk wanita, Bandung: Hilal, 2010.
4.       Ade Muhyiddin, DKK. Makalah Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: IPTIQ, 2013.


[1]  Mahasiswa. IPTIQ Jakarta, Fak: Ushuluddin, Semester III.
[2]  Ade Muhyiddin, DKK. Makalah Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: IPTIQ, 2013.
[3]  Adian Husaini DKK. Islam Liberal, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, Cet: 1, Hal: 92-93.
[4]  Mushaf ‘Aisyah. Al-Qur’an Dan Terjemah Untuk Wanita, Bandung: Hilal, Hal: 11.
[5]  Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy. Study Ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2008, Hal: 115.
[6]  Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy. Study Ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2008, Hal: 115.
[7]  Mushaf ‘Aisyah. Al-Qur’an Dan Terjemah untuk wanita, Bandung: Hilal, 2010, Hal: 256.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "BINTANG KEJORA DI TIMUR-TENGAH"

Posting Komentar

saran dan kritikan dari pembaca amat sangat sy harapkan