Islam dan Wanita
Sebelum datangnya Islam, perempuan secara umum tidak dianggap keberadaannya dalam banyak masyarakat apalagi para wanita dikalangan bangsa Arab, kelahiran seorang wanita dianggap sebagai sebuah aib besar bagi keluarga oleh karena itu tidak sedikit anak perumpuan yang dikubur hidup-hidup, wanita saat itu Cuma dianggap sebagai barang yang bisa dipakai dan dibuang sekehendak pemiliknya, mereka hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu hewani laki-laki tanfa memperdulikan hak-hak apa yang seharusnya menjadi milik mereka, bahkan pada saat itu seorang anak dapat mewaris istri dari ayahnya sendiri namun setelah islam datang hal itu dilarang karena merupakan salah satu tindakan yang sangat biadab hal ini Allah gambarkan dalam firmannya:
wur (#qßsÅ3Zs? $tB yxs3tR Nà2ät!$t/#uä ÆÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 4 ¼çm¯RÎ) tb$2 Zpt±Ås»sù $\Fø)tBur uä!$yur ¸xÎ6y ÇËËÈ
Dan janganlah engkau menikahi wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu kecuali pada masa lampau, sesungguhnya perbuatan itu sangatalah keji dan sejelek-jeleknya jalan. (Q.s Annisa ayat 22)
Setelah islam datang diskriminasi terhadap wanita sedikit demi sedikit dapat dihilangakan dari kehidupan Arab jahiliayah karena memanga islam sendiri mengajarkan asas persamaan antara wanita dan laki-laki tapai tentunya dalam porsi masing-masing al-Qur’an menjelaskan hal ini melalui sebuah ayat:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
.Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S al-Hujarat ayat 13)
Ayat di atas secara jelas telah menerangkan kepada kita bahwa wanita dan laki-laki itu mempunyai kesamaan tidak hanya dalam penciptaan saja melaikan juga dalam berentraksi satu sama lain dan dalam kewajiban-kewajiban mereka terhadapa Allah, di dalam ayat ini juga Allah menyebutkan yang menjadikan sama tidaknya seseoarang itu hanya terletak pada derajat ketakwaanya saja bukan pada jenis kelaminyanya, seorang wanita mungkin saja lebih baik dari seorang lelaki ketika ia benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah dan sebaliknya seorang laki-laki bisa saja lebih jelek dari wanita apabila ia tidak mempunyai iman di dadanya.
Di awal sejarah islam juga sudah mencatat peranan wanita yang sangat signifikan hal ini bisa kita lihat dari sebuah hadis yang dinisbahkan kepada nabi yang berbunyi:
“Ambilah setengah pengetahuan agama dari al-Humaira (yaitu Aisyah)”
Selain siti Aisyah msih banyak perempuan yang berperan aktif dalam mendawahkan islam secara verbal maupun fikiran, siti Aisyah sendiri tercatat dalam sejarah sebagai seorang perawi hadis terbanyak ketiga.
Perempuan penting lain di awal sejarah islam adalah Sukainah bint Al-Husain seorang cicit perempuan nabi yang punya pendidikan tinggi, terkenal karena pengetahuanya, membaca dan menulis, kecantikan dan kecerdasan akalnya. Sukainah menikah hingga empat kali atau lebih. Dia memperakarsai prosedur perceraian dalam sebuah perkawinan dan menetapkan syarat-syarat yang ketat untuk pernikahan yang lain,[1] hal ini menunjukan bahwa islam benar- benar mengkui eksistensi seorang wanita ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Rasulullah juga tidak hanya memerintahkan kaum laki-laki saja untuk belajar namun beliau juga memerintahkan wanita untuk belajar bahkan seorang budak beliapun tidak luput diperintahkan oleh beliau untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya hal ini terlihat dari sabda beliau:
طلب العلم فريضة علي كل مسلم و مسلمة
Menentut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan
Islam juga telah memberikan hak waris kepada perempuan dua belas abad lebih awal dari bangsa eropa yang mengkalim diri mereka sebagai bangsa yang memghormati wanita lebih dari siapapun.[2]
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# cqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uèYx. 4 $Y7ÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
7. bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan
Tipe Wanita Dalam Al-Qur’an
Dalam qur’an ada beberapa tipe wanita yang dijelaskan di dalamnya antara lain:
Pertama: wanita yang mempunyai kpribadian kuat, tipe ini diwakili oelh istri Firaun walaupaun ia hidup di dalam cengkraman Firaun ia tetap tegah dalam akidah tauhidnya dan menjaga jati dirinya sebagai seorang muslimah. Allah mengabadikan doanya dalam Al-Qur’an:
UuÑur ª!$# WxsVtB úïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä |Nr&tøB$# cöqtãöÏù øÎ) ôMs9$s% Éb>u Èûøó$# Í< x8yYÏã $\F÷t/ Îû Ïp¨Yyfø9$# ÓÍ_ÅngwUur `ÏB cöqtãöÏù ¾Ï&Î#yJtãur ÓÍ_ÅngwUur ÆÏB ÏQöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÊÈ
11. dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim
Tipe yang kedua: wanita yang berusah untuk menjaga kesuciannya, dalam hal ini contoh yang paling tepat adalah Siti Maryam, dalam surah Maryam ayat 20 disebutkan bahwa Maryam adalah orang yang tidak pernah disentuh oleh laki-laki.
Oleh karena keutamaan inilah Allah mengabadikan nama Maryam sebagai nama sebuah surah dalam Qur’an.
Tipe ketiga: wanita penghasud, penebar fitnah dan sangat buruk hatinya ia adalah Hindun istri dari Abu Lahab, al-Qur’an menamainya dengan nama pembawa kayu bakar atau penebar fitnah. Allah menyebutkan hal ini dalam firmannya:
¼çmè?r&tøB$#ur s's!$£Jym É=sÜysø9$# ÇÍÈ Îû $ydÏÅ_ ×@ö7ym `ÏiB ¤|¡¨B ÇÎÈ
4. dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar
5. yang di lehernya ada tali dari sabut.
Dalam sejarah Hindun tercatat sebagai penyebar fitnah nomor wahid dan patner utama Abu Lahab dalam memerangi nabi dan kaum muslimin.
Tipe keempat: tipe wanita penggoda, tipe ini diwakili oleh Siti Zulaikha Petualangan Zulaikha dalam menggoda Yusuf, dijelaskan dalam Alquran Surat Yusuf ayat 23, ''Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, "Marilah ke sini,"
Walaupun para tokoh yang dikisahkan dalam Alquran tersebut hidup ribuan tahun yang lalu, tapi karakteristik dan sifatnya tetap abadi hingga sekarang
Peranan Seorang Wanita dalam Sebuah Rumah Tangga
Berbicara mengenai hal ini, ayat Ar-rijalu qawammuna 'alan nisa' biasanya dijadikan sebagai salah satu rujukan, karena ayat tersebut berbicara tentang pembagian kerja antara suami-istri. Memahami pesan ayat ini, mengundang kita untuk menggarisbawahi terlebih dahulu dua butir prinsip yang melandasi hak dan kewajiban antara suami dan istri:
Ø Terdapat perbedaan antara antara laki-laki dan wanita tidak hanya dalam masalah fisik saja tapi juga dari segi psikis. Perbedaan dua hal itulah yang melandasi perbedaan dan pembagian hak, kewajiban dan harta dalam agama islam.
Ø Pola pembagain kerja yang ditetapkan oleh agama tidak menjadikan salah satu pihak bebas dari tuntutan sekurang-kurangnya dari segi moral untuk membantu pasangannya.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 228:
و للرجال عليهن درجة
Bagi laki-laki ( suami) terhadap wanita-wanita (istri) satu derajat (lebih tinggi).
Derajat yang lebih tinggi yang dimaksudkan oleh ayat ini dijelaskan oleh ayat lain dalam surah An-Nisa ayat 34: “ lelaki adalah pemimpin dari kaum wanita”
Kepemimpinan merupakan sebuah kebutuhan pokok bagi setiap unit apalagi bagi sebuah keluarga karena mereka selalau bersama-sama
Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa pembagian kerja ini tidak membebaskan masing-masing pasangan - paling tidak dari segi kewajiban moral - untuk membantu pasangannya dalam hal yang berkaitan dengan kewajiban masing-masing. Dalam hal ini Abu Tsaur, seorang pakar hukum Islam, berpendapat bahwa seorang wanita hendakanya membantu suaminya dalam segala hal, salah satu alasan yang dikemukakannya adalah sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Asma putri Khalifah Abu Bakar menjelaskan bahwa ia dibantu oleh suaminya dalam mengurus rumah tangganya. Tetapi Asma juga membnatu suaminya dalam mengurus kuda, menyabit rumput dan menanam benih di kebun dan pekerjaan laki-laki lainnya.
Tentu saja dibalaik kewajiban suami itu suami mempunya hak-hak yang harus dipenuhi oleh istri
Suami wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan ajaran agama dan hak pribadi sang istri. Sedemikian penting kewajiban ini, sampai-sampai Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang,niscaya akan kuperintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya." Bahkan Islam juga melarang seorang istri berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya. Hal ini disebabkan karena seorang suami mempunyai hak untuk memenuhi naluri
Dapat ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. menegaskan bahwa seorang istri memimpin rumah tangga dan bertanggung Jawab atas keuangan suaminya. Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang harus dipenuhi, serta peran yang diembannya saat memelihara rumah tangga, baik dari segi kebersihan, keserasian tata ruang, pengaturan menu makanan, maupun pada keseimbangan anggaran. Bahkan pun istri ikut bertanggung jawab - bersama suami - untuk menciptakan ketenangan bagi seluruh anggota keluarga, misalnya, untuk tidak menerima tamu pria atau wanita yang tidak disenangi oleh sang suami. Pada tugas-tugas rumah tangga inilah Rasulullah Saw. membenarkan seorang istri melayani bersama suaaminya tamu yang berkunjung ke rumahnya.
Hak-Hak wanita dalam Bidang Politik
Apakah wanita mempunyai hak untuk terjun dalam lapangangan politik aktif ?
Paling tidak ada beberapa alasan yang disampaikan sebagai larangan ikut sertanya seorang wanita dalam politik aktif:
Ø Ayat Qur’an “arrijalu Qawwamun Ala Nisa” dalam surah Annisa ayat 34[3]
Ø Sebuah hadis yang berbunyi:
لن يفلح القوم ولو امرهم امراة
“Tidak akan bahagia sebuah kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.”
Melihat sekilas ayat dan hadis-hadis di atas seakan-akan menggambarkan kepada kita bahwa wanita merupakan makhluk kedua setelah makhluk yang bernama laki-laki, semua dalil diatas juga seolah-olah menegaskan bahwa kepemimpinan itu hanya milik laki-laki bukan milik perempuan.
Ali Ashabuni dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat ini berkata bahwa seorang laki-laki itu bertanggung jawab atas istrinya dalam masalah nafakah, penjagaan terhadapnya, serta mendidiknya dalam kebaikan. Beliau juga menukil pendapat Abi Su’ud yang mengatakan bahwa laki-laki itu lebih utama karena akalnya yang sempurna, ide yang berlian dan kekuatan fisik, oleh karena itulah mereka dikhususkan dengan kenabian, kepemimpinan dan jihad serta dalam bidang lainya.[4]
Pendapat ini juga diikuti oleh banyak penafsir lainya, namun bagi sebagian orang pendapat ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil untuk melarang wanita menjadi pemimpin dalam masyarakat karena ayat ini khusus berbicara masalah rumah tangga bukan masalah politik maupun kepemimpinan secara umum.
Menurut Nasaruddin Umar ayat ini tidak tepat dijadikan sebagai alasan untuk menolak perempuan menjadi pemimpin dalam masyarakat, beliau menukil pendapat Muhammad Abduh dalam Al-Manarnya yang tidak memutlakan laki-laki sebagai syarat mutlak seorang pemimpin kerena ayat di atas tidak menggunakan kata” ما فضلهم عليهن” atau kata “ بتفضيلهم عليهن “ ( oleh karena Allah telah memberikan kelebihan kepada laki-laki atas perempuan) tetapi Allah mnggunakan kata “ بما فضل الله بعضهم علي بعض” (oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas yang alain)[5]
Sedangkan hadis yang berbunyi “tidak akan beruntung sebuah kaum yang menyerahakan urusanya kepada wanita”, sebelum kita menggunakannya sebagai dalil dalam pelarangan wanita terlibat dalam politik aktif, kita harus melihat hadis ini dari segi asbabul wurudnya, ketika Rasulullah mendengar bahwa raja Persi mengangkat seorang anak putrinya menjadi raja maka Nabi pun berkata:” tidak akan beruntung sebuah kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita”.[6]
Dengan melihat asbab wurudnya kita dapat memahami bahwa hadis ini ditunjukan kepada bangsa Persi bukan kepada seluruh masyarakat dunia secara umum dan bukan pula seluruh urusan (artinya hanya urusan tertentu saja).
Sedikit menganalisis hadis nabi ini penulis berpendapat bahwa nabi mengatakan akan hancur sebuah kaum yang urusanya diserahakan kepada wanita itu karena beberapa hal:
Ø Adanya kemungkinan wanita yang dijadikan pemimpin dikalangan masyarakat Persi itu bukan wanita yang kuat dan tidak mempunyai kemampuan memimpin yang baik.
Ø Hadis ini ditunjukan kepada bangsa Persi yang saat itu masih menggangap perempuan sebagai makhluk kedua yang tidak mempunyai martabat kecuali sedikit, dengan demikian dapat dipastikan bahwa seorang pemimpin yang tidak dihormati ditengah-tengah masyarakatnya tentu saja akan berdampak negatif pada sistem administrasi dan ketatanegaraan yang akhirnya akan menghancurkan masyarakat itu sendiri, sedangkan islam saat itu sudah memprakarsai adanya kemuliaan yang melekat pada seorang perempuan hal ini ditunjukan dengan banyaknya hadis nabi yang memuliakan perempuan.[7]
Dalam sebuah ayat Allah juga telah memuji orang-orang (baik laki-laki atau perempuan) yang bermusyawarah dalam hidup bermasyrakat dan bernegara:
“Dan orang-orang yang bermusyawarah dalam memutuskan perkara-perkara mereka”
Syura (musyawarah) menurut Al-Quran hendaknya merupakan salah satu prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan bersama, termasuk kehidupan politik. Ini dalam arti bahwa setiap warga negara dalam hidup bermasyarakat dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah. Sejarah Islam juga menunjukkan betapa kaum perempuan tanpa kecuali terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan.
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak wanita yang terlibat pada persoalan politik praktis, Ummu Hani, misalnya dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad Saw. ketika memberi jaminan keamanan kepada sebagian orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad Saw. sendiri, yakni Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan Ali bin Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terhunuhnya Khalifah ketiga 'Utsman r.a. Peperangan ini dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menujukan bahwa seorang perempuan boleh saja memimpian kaum laki-laki, seandainya wanita tidak diperbolehkan untuk memimpin sudah barang tentu para sahabat lain seperti Thalhah dan Zubair yang notabeni termasuk dalam sahabat besar langsung protes terhadap kepemimpinan Aisyah ini.
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan-jabatan tertinggi dalam masyarakat.
Melihat semua argumentasi diatas penulis membuat sebuah kesimpulan besar bahwa seoarang wanita bisa saja menduduki posisi stategis dalam masyarakat dan bisa langsung terjun dalam politik aktif tapi tentunya tanpa menghilangkan kodratnya sebagai wanita, namun yang perlu kita tekankan juga dalam bidang tertentu mislanya menjadi imam shalat, kahtib jum’at dan lainya wanita tidak dapat berpartisipasi di dalamnya.
Poligami dan wanita
Poligami dipratikkan secara luas sebelum datangnya islam, tidak ada batasan jumlah istri bagi seorang laki-laki. Seperti di masyarakat lainya, masyarakat Arab juga mempunyai pandangan yang sama bahwa wanita tidak perlu diberi hak-hak dan nilai-nilai keadilan. Para laki-lakilah yang menentukan siapa yang ia sukai dan siapa yang ia pilih sesuka hatinya tanpa terbatas.
Namun al-Qur’an tidak menerima praktik ini kerena praktik ini seolah-olah menjadikan wanita sebagai manusia setengah “sampah” yang bebas dibuang-buang, al-qur’an juga mempunyai proyek besar bagi prempuan yaitu memperdayakan mereka, namun ditengah-tengah masyarakat yang dulunya sangat mengedepankan ego kelaki-lakian memperdayakan wanita bukanlah sebuah hal yang gampang oleh karena itu Qur’an mengadopsi jalan tengah atau yang biasa disebut dengan jalan idiologis paragmatis yaitu dengan memperbolehkan seorang laki-laki mempuanyai lebih dari satu orang istri.[8]
Dengan menelaah ayat al-Qur’an dalam ayat ke 3 surah An-Nisa, dapat diperkirakan bahwa Qur’an “enggan” utnuk memperbolehkan poligami kecuali dengan persyaratan yang sangat ketat. Diantara persyaratan yang sangat penting adalah syarat keadilan kepada isti-istri yang ada.:
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[, Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu agar kamu tidak bertindak tidak adil.”
Dalam ayat lain bahkan Qur’an mengatakan sangat sulit untuk memenuhi syarat keadilan ini hal ini terliahat dari ayat 129 surah An-Nisa:
`s9ur (#þqãèÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ï÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( xsù (#qè=ÏJs? ¨@à2 È@øyJø9$# $ydrâxtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÊËÒÈ
“.Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dengan ayat di atas sangat jelas bahwa Qur’an mengajarkan bahwa tidak ada kekuatan di dalam diri manusia untuk mememperlakukan istri-istrinya lebih dari satu dengan adil[9]. Itulah mengapa al-Qur’an memberikan nasehat yang praktis: “ jangan terlalu cendrung kepada salah satu istri dan meninggalkan yang lain” dengan demikian berarti Al-Qur’an lebih condong menganjurkan seorang laki-laki itu untuk mempunyai satu istri saja (monogamy).[10]
Lalu apakah poligami diperbolehkan? Penulis sendiri berpendapat boleh karena banyaknya nash-nash yang telah menjelaskannya, namun dengan catatan adanya kemampuan untuk berbuat adil antara satu dengan istri lainya.
Kesimpulan
Wanita merupakan makhluk Allah yang sangat mulia karena dari rahim-rahim merekalah lahir para tokoh agama, para pemimpin dunia dan para pejuang. Oleh karena itulah islam sangat memuliakan mereka dan memberikan hak-hak yang sama dengan laki-laki tapi dengan porsi berbeda tentunya.
Daftar Pustaka
Ibnu Kastir. Tafsir al- Qur’an al-Azhim. Darul Hadis: Qahirah. Juz 1
Ali, Ashabuni. Safwah At-Tafasir. Darul Fikr: Beirut .2001. juz 1
Asghar, Ali, Engineer. The qur’an women and modern society (terjemah). LKis: Yogyakarta. 2007. Cet 2.
Nasaruddin Umar. Argumen kesetaraan jender Perspektif al-Qur’an. Paramadian: Jakarta. 2001. Cet 2
www.commongroundnews.org
[1] Ali , Asghar. The Qur’an women and modern society (terjemah: pembebasan perempuan). LkiS: Yogyakarta. 2007. Cet 2. Hal 13
[2] Khan, Ahmad, Aftab. DR. Dalam artikelnya wanita muslim dan hak-hak relijiusnya. www.commongroundnews.org
[3] Sebab nuzul ayat ini ialah tanggapan dari kasus Sa’ad ibn Abi Rabi yang memukul istrinya Habibah binti Zaid lalu beliau mengatakan Qishas namun sebelum terjadi qishas ayat inipun turun.
[4] Ashabuni, Ali. Safwah Attafasir. Darul fikr: Beirut. 2001. Juz 1. Hal.251
5. Umar, Nasarrudin. DR. Argumen Kesetaraan JenderPperspektif al-qur’an. Paramadina: Jakarta. 2001. Cet 2. Hal 150-151. Quraish shihab bahkan mengisyaratkan kemungkinan perempuan menjadi pemimpin ditengah masyarakat dengan mengutip ayat ke 71 dari surah at-Tawbah:
والمؤمنون و المؤمنون بعضهم اولياء بعض يامرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلوة و يؤتون الزكاة و يطيعون الله ورسوله اولئك
سيرحمهم الله ان الله عزيز حكيم
Dan sesungguhnya yang beriman, laki-laki dan wanita sebagaian mereka adalah awliya bagi sebagian yang lain mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar mendirikan shalat menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan rasulnya, mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah , sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.
Kata Awliya dalam ayat ini menurut Quraish shihab mencakup kerjasama, bantuan, dan penguasaan sedangkan menyuruh mengerjakan yang ma’ruf mencakup segala segi kebaikan.
[6] Dinukil oleh ibnu Katsir dari Imam Bukhari. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Juz 1. Hal 605
[7] Misalanya hadis nabi yang berbunyi “ surga berada dibawah telapak kaki ibu” hal ini menjukan betapa islam memuliakan seorang wanita lebih dari agama dan bangsa lain.
[8] Ali , Asghar. Pembebesan perempuan. Hal 112
[9] Imam Athabari m,engatakan bahwa ayat ini menjelaskan bahwa tidak mungkin seorang laki-laki dapat memperlakukan isti-istrinya dengan adil dalam hal cinta.
[10] Abdullah yusuf Ali juga memahami ayat ini menganjurkan agar seorang muslim bermonogami, lih The Holy Qur’an, terjeman yusuf Ali
0 Response to "Wawasan Al-Qur’an tentang Wanita"
Posting Komentar
saran dan kritikan dari pembaca amat sangat sy harapkan