FIQIH BANK

Pendahuluan
Dengan adanya makalah ini terlebih dahulu akan dibahas tentang pengertian bank berikut definisinya kumudian fungsi suatu bank itu sebagai apa? dan di Indonesia khususnya yang mempunyai dua unsure bank yaitu bank syari’ah dan bank konvensional.
Adapun bank syari’ah penulis akan menjelaskan pengertian, macam-macam, dan pembagiannya begitupun dengan bank konvensional yang mana kita sebelumnya tidak tahu dengan apa yang di maksud dengan kata konvensional dan dari sini kita akan sama-sama akan mengetahui dengan ilmu perbankan khususnya yang ada di Negara kita sendiri.
Mudah-mudahan makalah ini membantu teman-teman untuk pembelajaran selanjutnya.
Pengertian Bank
Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa bank itu adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan. Berikut akan disampaikan dua definisi bank, sebagai berikut:

Pertama: menurut UU no 10 tahun 1998, tentang perbankan menyatakan: bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkantarif hidup rakyat banyak.
Kedua: Menurut Prof. G.M.Verryn Stuart mendefinisikan bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.[1]

Fungsi Bank
Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat dibagi menjadi fungsi utama dan fungsi tambahan.
1. fungsi utama, meliputi:
penghimpun dana
pembiayaan
peningkatan faedah dari dana masyarakat
penanggung resiko
2. fungsi tambahan, meliputi:
memberi fasilitas pengiriman uang
penggunaan cek
memberikan garansi bank
Fungsi bank yang dikemukakan di atas, secara umum merupakan fungsi bank umum, adapun fungsi dari bank sentral adalah:1) penyelesaian utang-piutang antar bank;2) mengedarkan uang kertas;3) wakil pemerintah dalam menerima pembayaran pajak;4) sumber dana pinjaman terakhir;5) memegang cadangan kas sistem;
6) mengontrol volume dan keadaan kredit untuk mempertahankan tingkat kegiatan ekonomi.
Pengertian bank syari'ah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.[2]
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
Prinsif perbankan syari'ah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
· Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
· Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
· Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
· Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
1. Mudhorobah,
adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
Menurut Muhammad syafi'I Antonio dalam bukunya bank syri'ah ulama dan cendekiawan menuturkan mudharabah berasal dari kata dharb artinya memukul atau lebih tepatnya kakinya dalam perjalanan usaha.[3] Adapun landasan syari'ahnya:
Al-Qur'an
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ ’Îû ÇÚö‘F{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#
"Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah." [4]
Al-Hadits:
“Diriwayatkan dari ibnu abbas, bahwa sayyidina abbas bin abdul mutholib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak di bawa untuk mengarungu lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada rasulullah saw dan rasulullahpun membolehkannya.”(H.R.Thabrani).
2. Musyarokah
(Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Menurut Muhammad syafi'I Antonio dalam bukunya bank syri'ah ulama dan cendekiawan menuturkan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan konyribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[5] Adapun landasan syari'ahnya adalah:
Al-Qur'an:
ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° ’Îû Ï]è=›W9$# 4
"maka mereka bersyarikat pada sepertiga"
tA$s% ô‰s)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4’n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# ‘Éóö6u‹s9 öNåkÝÕ÷èt/ 4’n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@‹Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó™$$sù ¼çm­/u‘ §yzur $YèÏ.#u‘ z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
“ Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.[6]
Hadits:
Dari abu hurairah, rasulullah berkata: “Sesungguhnya Allah aza wa jalla berfirman: ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.”(H.R. Abu dawud-no.2936, dalam kitab Al bayu-,dan hakim)
3. Murobahah ,
yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Menurut Muhammad syafi'I Antonio dalam bukunya bank syri'ah ulama dan cendekiawan menuturkan Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.[7] Adapun landasan syari’ahnya adalah:
Al-Qur’an:
¨@ymr&ur ª!$# yìø‹t7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”[8]
Hadits:
Dari shahih bin suhaib r.a bahwa rasulullah bersabda:"Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual."(H.R.Ibnu majah no. 2280,kitab at tijarat)
Menurut DR. Jariban bin ahmad haritsi merujuk pada kitab Al fiqh Al istihadi Li amiril mu’minin Umar ibn khathab sesungguhnya politik pengembangan ekonomi dalam islam itu berarti bahwa perhatian dalam bidang ekonomi merupakan bagian dari politik syari’ah dan apa yang menjadi tuntutannya tentang pemeliharaan sumber-sumber ekonomi dan pengembangannya, meningkatkan kemampuan produksi dengan mengembangkan seni dan metodenya,dan hal-hal yang menjadi keharusan dalam merealisasikan dalam kesejahteraan umat, memenuhi kebutuhan yang mendasar, dan memerangi kemiskinan.[9]

Jasa untuk penyimpan dana
· Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
· Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Tantangan Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Penghimpunan dana
Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.
Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang.
Perbankan syariah sempat dituding "kurang gaul" dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali.
Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah.
Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras untuk kemaslahatan
Pengertian bank konvensional

Konvensional berasal dari kata convention' (konvensi, pertemuan), jadi bank konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu konvensi. Dalam bahasa lain bank konvensional
adalah bank yang merupakan hasil ijma' dari suatu ijtima'. Benarkah demikian?[10]

Sejarah membuktikan sistem perbankan yang menggunakan bunga tidak pernah disepakati oleh konvensi apapun. Yang terjadi adalah pembenaran praktik menyimpang dalam dunia perbankan. Meskipun kemudian sistem perbankan yang menggunakan bunga telah menjadi kelaziman, penolakan terhadap sistem ini terus berlanjut di berbagai belahan dunia, baik di masyarakat Islam maupun masyarakat lainnya, termasuk di kalangan bankir. Konsep good corporate governance, transparency and disclosure merupakan bentuk-bentuk penolakan kalangan bankir yang memilih pendekatan constructive destruction.

Jauh sebelum Islam melarang praktik riba, Taurat dan Injil telah melarang riba. Penyimpangan praktik terjadi di sana-sini, sehingga praktik riba merupakan kelaziman bahkan juga di pusat Islam, Makkah dan Madinah. Sejarah membuktikan praktik ini dikikis habis di zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Muawiyah bin Abu Sufyan (661 M) mengawali pemerintahan Bani Umayyah sampai khalifah terakhirnya Marwan bin Muhammad (750 M). Ketika itu mulai dikenal praktik penukaran uang, penitipan uang, peminjaman uang, pengiriman uang oleh jihbiz (suatu istilah yang berasal dari bahasa Persia untuk petugas pajak tanah). Profesi jihbiz semakin berkembang di zaman Bani Abbasiyah yang diawali oleh Abul Abbas al Saffah (750 M) dan diakhiri oleh al Muqtadir Billah (932 M).

Pada masa itu profesi jihbiz tidak saja dilakukan oleh kaum muslimin tapi juga oleh jihbiz Yahudi dan Nasrani. Abdullah al Baridi, seorang wazir di jaman itu, mempunyai tiga orang jihbiz, dua di antaranya Yahudi, seorang lainnya Nasrani. Setelah serangan besar-besaran kaum Tartar yang menghancurkan pusat pemerintahan di Baghdad, pemerintahan Islam terus berlanjut mencapai benua. Eropa. Ketika itulah praktik jihbiz yang biasanya dilakukan di atas karpet, mulai dilakukan di atas bangku. Praktik mereka ini kemudian disebut banco (bank) yang sampai sekarang digunakan di seluruh dunia.

Pemerintahan Islam di Eropa (misalnya Bani Umayyah II di Cordoba-Spanyol, Bani Fatimiyyah di Sicilia-Italia), mengingatkan praktik riba di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani Eropa yang akan menimbulkan kesulitan ('usry). Pemerintahan Islam menggunakan istilah 'usry kepada kaum Yahudi dan Nasrani karena Alquran menyebutkan "Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka hal-hal baik yang tadinya dihalalkan bagi mereka, karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah dan karena mereka memakan riba padahal Allah telah melarangnya." (QS 4:160-161).

Dalam bahasa Eropa praktik riba yang akan menimbulkan 'usry ini disebut usury. Pulangnya ratusan peneliti Eropa alumni Timur Tengah dan interaksi budaya Eropa dan Islam, telah membangkitkan Eropa dari kegelapan yang dikenal dengan jaman Renaissance. Sampai saat inipun tidak satupun negara Barat yang membolehkan praktik usury, yang terjadi adalah pembedaan antara usury dan interest, dan kemudian pembolehan interest. Ini terjadi pada tahun 1545 M di zaman pemerintahan King Henry VIII di Inggris. Pada saat yang sama kekhalifahan Islam baru, Bani Utsmaniyah didirikan di Turki diawali oleh Salim I (1517 M) yang
digantikan oleh Sulaiman al Qanuni (1520 - 1566 M). Bani Utsmaniyah melanjutkan
kekhalifahan Islam setelah Bani Buwaih (932 - 1075 M), dan Bani Saljuk (1075 -
1517 M).

Sultan dan raja kerajaan Islam di Indonesia pada masa itu diangkat oleh Bani Utsmaniyah. Lambang bulan bintang yang menjadi lambang Bani Utsmaniyah menghiasi kubah-kubah masjid di Indonesia. Begitu kuatnya Bani Utsmaniyah ketika itu, sehingga kerajaan-kerajaan Eropa mencari dunia baru, berlayar jauh sampai ke Asia. Wafatnya Sultan Muhammad III (603 M) di Turki, membuat mereka lengah dengan membiarkan jatuhnya negara-negara Asia ke tangan penjajah Eropa. Padahal kekuatan militer Turki didukung oleh kekuatan ekonomi negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Pada periode itulah permintahan kolonialisme Eropa menguasai negara-negara Asia, yang semakin melemahkan Bani Utsmaniyah sebelum akhirnya jatuh pada Perang Dunia I di zaman Abdul Majid II (1924). Sejak itu kekhalifahan diganti menjadi republik oleh Kemal Ataturk.

Meskipun demikian, praktik usury tidak pernah diterima sebagai suatu konvensi. Pemerintah kolonial Belanda pun melarang praktik usury di Indonesia. Kini Indonesia bangkit kembali untuk menegaskan perlunya constructive destruction terhadap penyimpangan praktik dalam pembangunan ekonomi. Bukan dengan cara menolak serta merta pemikiran ekonomi Barat, namun dengan menawarkan suatu sistem yang telah terbukti memberikan kejayaan selama 1.300 tahun, mulai dari zaman Abu Bakar RA (632 M) sampai zaman Abdul Majid II (1924). Bukan saja di jazirah Arab, bahkan di separuh belahan dunia, dari Maroko sampai Merauke, dari Bukhara sampai Bondowoso.

Kebangkitan yang diawali dengan UU No 7/1992, disempurnakan dengan UU No 10/1998, dan saat ini sedang dipersiapkan RUU Perbankan Syariah. Perubahan UU tentang Asuransi juga tengah disiapkan untuk mengakomodasi praktik asuransi syariah, begitu pula dengan peraturan pasar modal. Ini adalah sistem ekonomi for all faiths. Tidak pernah terlintas dalam pikiran bahwa kebangkitan ekonomi Islam ini akan mengislamkan orang dengan keimanan lain di belahan bumi manapun. Urusan iman adalah hak yang paling asasi setiap manusia. Yang ditawarkan adalah suatu sistem ekonomi yang lebih menonjolkan fairness dan tranparansi.

Kita adalah bangsa yang besar, dan inilah saatnya untuk bangkit. Tentu Allah mempunyai alasan yang kuat ketika memilih bangsa ini menjadi bangsa yang terbesar umat Islamnya meskipun sebagian besar kita tidak dapat berbahasa Arab. Inilah bangsa yang disiapkan Allah untuk memimpin kebangkitan ekonomi Islam di dunia. Kebangkitan ini tidak dapat ditunggu, tapi harus diraih. Kepemimpinan Islam di dunia baru dapat diraih Indonesia ketika kita telah memutuskan 'when and if we are ready' untuk mengemban amanah besar ini.

Syekh al-Qardawi dengan merujuk pada imam al-Gazali dalam ihya ulumuddin memberikan empat kemungkinan yang berbeda-beda hukumnya dalam penggunaan bank sebagai pendapatan nonhalal yaitu sebagai berikut:
Pertama: menggunakannya untuk dirinya sendiri atau keluarganya. Hal ini tidak diperbolehkan oleh syari’at karena keharaman riba.
Kedua: membiarkannya tidak diambil dan diberikan kepada bank ribawi. Hal ini juga tidak dibolehkan karma akan memperkuat system ribawi dan para kapitalis.
Ketiga: mengambil dana ribawi untuk memusnahkannya. Hal ini juga tidak boleh karma menurut imam al-ghazali memusnahkan uang yang berasal dari pendapatan bunga yang tidak dapat dihindari merupakan tindakan tabzir yang menyia-nyiakan harta.
Keempat: mempergunakannya untuk berbagai macam kebaikan seperti aktivitas fi sabilillah, menyantunu faqir miskin, anak yatim, organi social kemasyarakatan, dan dakwah islam. Meski hal ini tidak tergolong sedekah sebagaimana hadits riwayat muslim bahwa Allah itu baik dan tidak menerima kebaikan kecuali dari yang baik, namun tetap bernilai kebaikan serta berpahala berdasarkan niat penghindaran diri dan keluarga dari riba, serta menghindari dari penyia-nyiaan harta. Namun sebagian besar ulama keberatan dengan hal ini dan menganjurkan sebaiknya dihindari.[11]

Kemudian menurut Dr. Umer Chapra dalam bukunya The future of economics an Islamic perspective bahwa ilmu ekonomi konvensional telah membangun kemajuan yang luar biasa, terutama setelah perang dunia kedua. Jika ada orang yang mengevaluasi kontribusinya dalam bentuk sofistikasi ilmiah yang telah dicapainya selama ini, niscaya orang itu akan mendapatkan nilai penuh. Kontribusinya jauh lebih menyinari.
Ilmu ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Salah satu dari kedua tujuan ini bias dikategorikan positif, dan berhubungan dengan realitas “efisiensi” dan “pemerataan” dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat di anggap sebagai normative dan diungkapkan dalam bentuk tujuan-tujuan sosioekonomi yang secara universal diinginkan. Kedua tujuan ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan individu maupun masyarakat sejalan dengan jalannya dunia yang menggaris bawahinya.[12]

Kesimpulan
Perbankan yang ada di Indonesia adalah bank yang banyak menggunakan bank konvens atau bank yang dimiliki oleh orang kapitalis. Sesuai dengan kepaktaan bank islam menggunakan tiga system yang digunakan oleh kebanyakan bank yaitu:
Mudharabah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
Murabahah yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Adapun kesimpulan dari bank konvensional merupakan kata convention' (konvensi, pertemuan), yang mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu konvensi. Dalam bahasa lain bank konvensional juga di sebut kesepakatan suatu ilmuan untuk menghasilkan nama bank yaitu konvensional.
ttom of Form
Daftar pustaka
The future of economics an Islamic perspective .Dr.M. Umer Chapra. Penerbit the Islamic foundation,UK.cet. 1 thn 2001
FIQIH AKTUAL jawaban tuntas masalah kontemporer. Dr. Setiawan Budi Utomo. Penerbit Gema Insani Press. CET. 1 THN. 2003.
Fiqih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. H. Asmuni Shalihin Zamakhsyari, Lc. Penerbit khalafa (pustaka al-kautsar grup). Cet. 1. Thn. 2006
Bank syari’ah wacana ulama dan cendekiawan . Muhammad Syafi’I Antonio. Cet. 1 thn. 1999.
Kemudian internet yang di ambil tanggal 13 mei 2009.
http://www.mail-archive.com
http://id.wikipedia.org/wiki/perbankan_syari’ah.com
http://www.e-dukasi.net
[1] http://www.e-dukasi.net
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/perbankan _syari'ah.com
[3] Muhammad Syafi'I Antonio, bank syari'ah dan eacana cendekiawan, hlm 171, cet 1.
[4] (Q.S. Al-Muzammil:20)
[5] Ibid:187
[6] (Q.S. Shad:24)
[7] Ibid:121
[8] (Q.S.Al baqarah:275)
[9] H. asmuni shalihin zamakhsyari,Lc,Fiqih ekonomi umar ibn khotab, cet pertama, hlm 395
[10] http://www.mail-archive.com
[11] DR. Setiawan budi utomo, fiqih actual ,cet pertama, penerbit gema insani press, hlm 123.
[12] Dr. M. Umer chapra, The future of economics an Islamic perspective, cet pertama, penerbit gema insani press, hlm 15
[12]

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "FIQIH BANK"

Posting Komentar

saran dan kritikan dari pembaca amat sangat sy harapkan