PENDAHULUAAN
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat kepada kita semua dan selawat beserta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad saw.
Kaedah-kaedah fiqh adalah merupakan kaedah atau pedoman yang memudahkan untuk mengistinbat hukum bagi suatu masalah. Mengingat pentingnya agar kaedah-kaedah itu dapat dengan mudah dipahami maka kami mencoba dalam makalah yang singkat ini mencantumkan beberapa kaedah-kaeadah fiqh baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan walaupun pembahasan kami ini hanya beberapa kaedah saja.
Kami menyadari dalam makalah ini masih bayak terdapat kekurangan maka kami meminta keritikan yang membangun dari teman-teman dalam rangka perbaikan makalah ini.dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang tidak bosan-bosannya mengajari kami dan membimbing kami dalam penyelesain makalah ini. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfa’at bagi kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin.
PEMBAHASAN
A. Muttafaq ‘alaihi (متفق عليه )
Dalam pembahasan ini akan dikupas tentang empat puluh kaedah, walaupun kaedah ini kududukannya bukan ksebagai kaedah asasiah namun kedudukannya sangat penting dalam hukum islam, dan para fuqahapun telah sepakat tentang kehujahan ini. karena dengan berpijak kepada empat puluh kaedah ini akan dapat menentukan berbagai macam hukum yang tidah terhingga, dan tentu saja kaedah tersebut tidak lepas dari sumber-sumber hukum islam, karena itulan kaedah ini disebut sebagai ‘‘kaedah kulliah’’.( kaedah yang universal).[1] Kaedah-kaedah tersebut ialah.
1. الاجتهاد لاينقض بالاجتهاد
‘‘Ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad’’
Maksud kaedah terdebut adalah kaedah yang telah disepakati sebelumnya tidak dapat diganggu gugat atas ijtihad yang baru, karena kedudukan masing- masing ijtihad sama,
karena itu masing-masing ijtihad tidak ada yang lebih istimewa, sehingga masing- masing tidak dapat membatalkan.
Yang dijadikan dasar oleh para ulama’ tentang kaedah ini adalah ijma’ para shahabat Ra. Sebagaimana yang telah dinukil oleh imam Ibnu Shibagh, bahwasanya shahabat Abu Bakar Ra. pernah berijtihad mengenai hukum dari beberapa kasus akan tetapi setelah itu shahabat Umar berijtihad juga, yang mana ijtihadnya berbeda dengan hasil ijtihadnya shahabat Abu Bakar, akan tetapi hasil ijtihad yang pertama tidak menjadi batal dengan ijtihad yang kedua.[2]
Walaupun demikian bisa juga hasil ijtihad dibatalkan oleh ijtihad yang lain dengan ketentuan sebagai berikut:
a. ijtihad yang kedua kebih kuat dari ijtihad yang pertama, misalnya qoul jadidnya Imam Syafi’i dapat mengubah qoul qodimnya.
b. ijtihad terdahulu tidak relevan dengan kondisi atau keadan yang dihadapi desa ini, sehingga hasil ijtihad terdebut perlu direfisi sebagaimana dalam kaedah fiqih:
تغير الاحكام بتغير الازمنة والا مكنة والاحوال
Contoh kaedah diatas, bila seorang mau shalat tetapi tidak menemukan air maka ia berijtihad untuk bertayamum, selesai shalat ia menemukan air maka ia tidak wajib mengulang shalatnya
2. اذااجتمع الحلال والحرام غلب الحرام
‘‘Apabila antara yang halal dan haram berkumpul maka dimenangkan yang haram.
Pada kaedah ini disebutkan adanya perioritas bagi mendahulukan yang haram, ini berarti bahwa apabila ada dua dalil yang bertentangan mengenai suatu masalah ada yang menghalalkan dan ada yang mengharamkan maka dua dalil itu dipilih yang meng haramkan karena itu lebih hati- hati (ikhtiyath), misalnya ketetapan khalifah Utsman bin Affan ketika ditanya tentang ketentuan mengawini dua saudara, yang satu bersetatus
merdeka dan yang lainnya budak, menurut al-Quran tidak boleh mengumpulkan dua saudara perempuan untuk dinikahi.
3. اذا جتمع في العبادة جانب الحضر وجانب السفر غلب جانب السفر
‘‘apa bila aspek dirumah dengan aspek barpergian berkumpul dalam satu ibadah, maka dimenangkan yang aspek berpergian.
Misalnya seorang yang telah berpuasa dirumah, kemudian ditengah tengah siang ia berpergian, maka diharamkan berbuka puasa.
4.اذا تعارض والمقتضي قدم المانع
‘’Apabila yang mencegah dan yang mengharusakn berlawanan, maka didahulukan yang mencegah’’.
Misalnya ada seorang mati syahid dalam keadan junub, orang junub diserukan untuk mandi sedangkan orang mati syahid dilarang dimandikan, maka menurut kaedah diatas orang tersebut tidak perlu dimandikan, bahkan diharamkan jika air untuk memandikan terlalu sedikit atau kondisi dalam keadaan darurat.
5.الايثار باالقرب مكروه و في غيرها محبوب
‘‘Mengutamakan orang lain dalam ibadah dimakruhkan sedang selain ibadah dianjurkan’’.
Kaedah tersebut diambil dari firman Allah dala
šcrã�ÏO÷sãƒur #’n?tã öNÍkŦàÿRr& öqs9ur tb%x. öNÍkÍ5 ×p|¹$|Áyz 4
Misalnya dalam kaitan ibadah seseorang tidak boleh mendahulukan orang lain dan mengalahkan dirinya sendiri, seperti mendapatkan kesempatan barisan pertama dalam shalat, mendapatkan kesempatan bersuci dalam berwudu’. Sedang masalah kedunian maka disunahkan mendahulukan orang lain, seperti mendahulukan orang lain menerima harta zakat, mendahulukan kesempatan orang lain dalam bekerja.
6. التابع تابع
‘‘pengikut (hukumnya ) itu sebagai yang mengikuti.
Termasuk dalam katagori kaedah diatas sebagai berikut:
a. التابع لايفرد بالحكم
‘‘pengikut tidak diberi hukum tersendiri’’
Misalnya anak kambing dalam perut tidak boleh dijual dengan sendirinya, terjualnya induk merupakan terjualnya anak kambing tersebut.
b. ساقط بسقوط المتبوع التابع
‘‘pengikut menjadi gugur dengan gugurnya yang diikuti.’’
Misalnya tidak boleh mengawini saudara wanita istri, namun jika istrinya telah dicerai maka wanita tersebut boleh dikawini. demikian juga apabila batal jaminan keamanan pada suatu Negara maka batal pula jaminan keamanan terhadap anak dan istri mereka, karena anak dan istri sebagai pengikut saja.
تصرف الامام علي رعية منوط بالمصلحة 7
‘‘Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.’’
Kaedah tersebut bersumber dari perkataan imam syafi’I bahwa kedudukan imam terhadap rakyatnya sama dengan kedudukan wali terhadap anak yatim. kemudian setelah ditelusuri lebih jauh ternyata perkataan itu berasal dari umar bin khattab yang berbunyi,
sesungguhnya aku menepatkan diriku terhadap harta Allah seperti kedudukan wali terhadap anak yatim, jika aku membutuhkan maka aku mengambil dari padanya, dan apabila ada sisa akan aku kembalikan, dan ketika aku tidak membutuhkan maka aku akan menjauhinya.
Kemaslahatan yang ditempuh pemimpin harus mempertimbangkan kemaslahatan yang universal mencakup totalitas masyarakat, tidak mementingkan golongan atau individidu.
الحدود تسقط بالشبهاة 8
‘‘ Hukuman had gugur apabila masih meragukan (syubhat).’’
Had adalah hukuman yang telah ditentukan batas kadarnya. Karena melanggar jarimah yang merupakan hak Allah, seperti hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman dera atau razam bagi penjina.
Contoh hukuman yang masih subhat adalah adanya hubungan seksual laki-laki terhadap wanita yang dikiranya istrinya.
الحرلايدخل تحت اليد 9
‘‘Orang yang merdeka tidak masuk dalam belenggu kekuasaan.’’
Misalnya seorang merdeka dipenjara karena melakukan kesalahan, dan ketika dipenjara mati terkena runtuhan, maka kematiannya tersebut tidak mewajibkan ganti rugi bagi pihak keamanan,namun kalau kematian itu seorang hamba maka pihak keamanan harus menggati rugi kepada tuannya karena budak meskipun manusia dia diibaratkan sebagai harta benda yang dapat dijual dan diwariskan.
B. Mukhtalaf ‘alihi (مختلف عليه)
Kaedah-kaedah yang dipersilisihkan ini, tidak dapat dikuatkan salah satunya, karena perselisihannya dalam furu’. Atau masing-masing punya dalil yang tidak dapat dikesampingkan. Kaedah- kaedah yang seperti ini jumlahnya ada dua puluh.[3]yaitu;
1.الجمعة ظهر مقصورة او حالها قولان صلاة علي
‘‘sholat jum’at merupakan shalat zuhur yang dipendekan, ataukah merupakan sholat menurut keadannya yang semestinya’’.
Dalam hal ini ada dua pendapat :Diantara furu’ yang berkenaan dengan kaedah ini adalah:
Sholat jum’at benar dikatakan sebagai: zuhur yang dipendekan’’ dalam hubungannya dengan orang yang sedang musafir. Orang yang musafir boleh menjama’ sholat dengan sholat ashar, karena shalat jum’at merupakan sholat zuhur yang dipendekan.
Kalau sholat jum’at itu merupakan `sholat menurut keadaan yang semestinya maka tidak boleh dijama’ dengan sholat ashar. Dalam mengerjakan sholat jum’at itu harus tegas berniat sholat jum’at. Disebabkan disyariatkannya niat diantaranya adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya.
Kalau sholat jum’at dilaksanakan dengan niat sebagai ‘‘Dzuhur Maqshuroh’’ terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan sah sholat jum’atnya karena sudah sesuai dengan hakikatnya, dan ada yang mengatakan tidak sah Karena niat fungsinya diantaranya adalah untuk membedakan amal satu dengan amal yang lain.
2. الصلاة خلف المحدث المجهول الحال اذا قلنا بالصحة هل هي صلاة جماعة او انفراد وجهان
‘‘sholat makmum dibelakang orang yang berhadast yang tidak diketahui keadaannya. Apabila kita katakan sholatnya sah, maka sholatnya itu merupakan sholat jama’ah ataukah sendiri’’.
Pendapat bahwa sholat mereka jama’ah adalah pendapat yang lebih soheh. Kalau makmum mendapatkan imam sedang ruku’ kemudian mengikutinya, kemudian mengetahui tentang hadastya imam sebelum salam dan memisahkan diri, maka yang lebih sah adalah sholatnya dianggap sendiri, dan rokaat pertama bersama imam Dianggap tidak sah
3.من اتي بما ينافي الفرض دون النفل في اول فرض او اثناءه بطل فرضه وهل تبقي صلاته نفلا او تبطل فيه قولان
‘‘barang siapa melakukan perbuatan yang membathalkan perbuatan fardunya, bukan perbuatan yang sunah, diawal perbuatan fardunya atau ditengah-tengahnya, maka batal fardunya, dan apakah sholat fardunya menjadi sholat sunah atau batal’’.
Apabila orang melakukan sholat fardu kemudian karena untuk dapat mengikuti sholat jama’ah, maka dia salam setelah dua rakaat, maka sholatnya sah dan menjadi sholat sunah. Demikian pula apabila dia melakukan takbiratul ihram untuk sholat fardu sebelum masuk waktu karena tidak mengetahui, maka sholatnya sah dan menjadi sholat sunah.
Apabila dalam melakukan sholat fardu tadi dia sudah tau bahwa akan ada sholat jama’ah atau kalau dia membatalkan itu, kemudian dia menukar fardu dengan fardu yang lain, atau untuk berpindah kepada sholat sunah dengan tanpa sebab dan sebagainya.
4. النذر هل يسلك به مسلك الواجب او الجائز قولان
‘‘pelaksanaan nazar apakah harus dilaksanakan seperti melaksanakan pekerjaan wajib, ataukah boleh dilaksakan seperti melaksanakan perbuatan jaiz.
Di antara furu’ yang berkenaan dengan kaedah ini adalah :
Apabila nadzar sholat, puasa atau kurban. Nadzar sholat harus dilaksanakan seperti melaksanakan shalat wajib, sehingga harus berdiri kalau mampu.dan begitu pula puasa harus berniat pada waktu masih malam, dan kalau kurban harus cukup umur dan tidak cacat. Demikian pula nazar puasa hari tertentu, atau nazar sholat dua rokaat. Nazar puasa hari tertentu dapat dilaksanakan dengan cara tidak seperti melakukan puasa Ramadan yang berhubungan dengan niat dan wajib membayar kafarat jika melakukan hubungan diwaktu siang. Sedangkan sholat dua rokaat dilaksanakan dengan cara dengan melaksanakan sholat empat rokaat satu salam, baik dengan dua tasyahud maupun satu tasyahud.
5. هل العبرة بصيغ العقود او بمعانيها خلاف
‘‘yang dianggap itu apakah siqhat lafaz atau maknanya’’
Apabila orang berkata: saya beli baju dari kamu dengan syarat-syarat demikian, dan uangnya sekian, kemudian penjualnya mengatakan: ya jadi’’maka menurut lafaz dianggap jual beli, dan menurut maknanya adalah salam.
Apabila seseorang memberi dengan syarat memberi imbalan apakah itu termasuk jual beli berdasarkan makna, ataukah hibah berdasarkan lafaz.maka dalam hal ini yang lebih sah adalah jual beli.
Apabila orang berkata : saya jual barang ini kepadamu, dengan tidak menyebutkan harganya.apabila dilihat dari maknanya maka berarti hibah, tetapi dari segi lafaz berarti jual beli, dan demikian itu adalah jual beli yang fasit.
6. العين المستعارة للرحن هل المغلب فيها جانب الضمان او جانب العارية قولان
‘‘barang yang dipinjam untuk gadai, apakah yang lebih umum pada barang itu berlaku segi dloman(borg/ jaminan)ataukah segi pinjaman.
Diantara furu’ yang berkenaan dengan kaedah ini adalah.
Sesudah barang pinjaman untuk borg gadai dipegang oleh pemberi gadai, apakah orang yang mempunyai barang meminta kembali barang tersebut.
Kalau barang tersebut dianggap sebagai barang pinjaman maka boleh diminta kembali tetapi kalau sebagi barang jaminan, tidak dapat kembali inilah yang lebih sah.
7. الحوالة هل هي بيع او استيفاع خلاف
‘‘hiwalah (memindahkan hutang )itu merupakan jual beli ataukah kewajiban yang harus dipenuhi’’
Furu’ yang berkenaan dengan kaedah ini adalah:
Apakah dalam Hiwalah itu ada khiyar?
Kalau dianggap sebagai kewajiban yang harus di penuhi maka tidak ada khiyar.
Apabila ada seseorang yang mempunyai hutang memindahkan pembayaran hutang (muhil)kepada orang berpiutang (muhtal) dari dirinya kepada orang ketiga (muhal ‘alaihi), kemudian orang yang berpiutang meminta jaminan barang dari orang ketiga yang harus membayar kepadanya, maka disini ada dua kemunkinan:
- apa bila dianggap sebagai jual beli, boleh minta persyaratan yang demikian
- tetapi kalau dianggap sebagai ‘‘istifa’’tidak boleh .
dan pendapat kedua inilah yang lebih sah.
8. الابراء هل هو اسقاط او تمليك قولان
‘‘pembebasan hutang apakah merupakan pengguguran hutang ataukah merupakan pemberian untuk dimiliki.
Sedangkan kalau pemberi pembebasan tau jumlah hutang, maka yang lebih sah adalah isqoth. Demikian juga pembebasan hutang terhadap salah satu dari dua orang, maka disini yang lebih sah adalah tamlik (pemberian untuk dimiliki)dan tidak ibra’, juga kalau ibra’ ya dikaitkan dengan sesuatu (keadaan tertentu) maka yang lebih sah adalah tamlik, kalau di syaratkan adanya qobul (penerimaan) maka nyang lebih sah adala isqot.
Dalam tamlik tidak disyaratkan adanya qobul.
Daftar fustaka.
Abdul mujib,Drs, kaedah-kaedah ilmu fiqh , kalam mulia, cet ke2.
As-suyuti, jalaluddin, al-isbah wan-nazha’ir, dar al-fikr.
Mukhlis,usman, kaedah-kaedah istimbat hukum islam, raja grafindo persada.cet 1.
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH USHUL FIQIH
,
Dosen Pembimbing :
Drs. Thoha Gaffar, M.A
Disusun oleh :
Hermansyah
Zainur Rofiq
FAKULTAS USHULUDDIN III
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU ALQURAN (IPTIQ) JAKARTA
2008-2009
[1] Kaedah-kaedah istinbat hukum islam, mukhlis usman , cet 1 hal 144.
[2] Al-isbah wan-naza’ir, assuyuti, dar-alfikr, hal 134.
[3] Kaedah-kaedah iilmu fiqh, abd mujib, cet 2.hal 102.
0 Response to "Muttafaq 'alaih"
Posting Komentar
saran dan kritikan dari pembaca amat sangat sy harapkan