ISLAM

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Shalawat dan salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Selanjutnya kami sangat bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan kepada kami hidayah serta taufiq-Nya sehingga Alhamdulillah pada hari ini kami bisa menyelesaikan tugas ini.

Pengertian Islam

Islam (Arab: al-islām, الإسلام "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di seluruh dunia [1][2], menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Islam Mencakup 3 Tingkatan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rasulullah bertanya kepada sahabat Umar bin Khaththab, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama. Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun. Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman

Suatu ketika Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila disebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,

…… وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا …..

Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman…

Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Allah dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”. Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

Fitrah dan Hubungannya dengan Islam

Seorang Muslim adalah khalifah Allah di muka bumi. Keberlangsungan kehidupan di atas bumi adalah kewajibannya. Islam melarang umatnya menjauh dari pentas kehidupan dunia, bertapa. Ia harus terlibat dalam proses-proses sosial. Seorang Muslim adalah pencipta sejarah dirinya. Kesinambungan hidup spesis makhluk manusia adalah menjadi tanggung jawab seorang Muslim. Keberadaan spesis manusia di muka bumi harus berlangsung terus dan tidak boleh punah. Dan, Muslim diwajibkan untuk nikah dan beranak-pinak. Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang memelihara fitrah pemeluknya. Seorang Muslim diperintahkan oleh Allah untuk selalu menjaga fitrah dirinya sebagai manusia. Ia dalam wujud luarnya bukanlah sebagai malaikat. Dan, sebagai manusia, seorang Muslim diwajibkan untuk makan, minum, beristri dan beranak-pinak sebagaimana makhluk Allah yang lain di muka bumi. Dalam Islam tidak dibenarkan seorang Muslim memutus sifat dasar manusia, yaitu untuk ikut andil dalam proses keberlangsungan alam. Beranak-pinak adalah tugas kesejarahan yang dibebankan oleh Allah (swt). Setiap agama memiliki standar ketinggian spiritualnya masing-masing. Standar kesalehan tertinggi seorang Hindu adalah menjauh dari kehidupan dunia yang menipu untuk mencari kedamaian sejati, nirvana dengan bertapa, menjadi shadu (pertapa). Demikian pula pada Buddha menekankan hal yang sama. Kristen Katolik menganggap kehidupan yang sempurna bisa diraih dengan hidup suci yang menjaga jarak dari tipu daya dunia dan hidup membujang (celibate). Begitu juga tak jauh berbeda pada beberapa agama lain. Hidup suci menurut agama-agama di luar Islam adalah dengan pilihan hidup menjauh sama sekali dari dunia beserta perputarannya dan menafikan dirinya sebagai seorang makhluk manusia. Tidak sedikit ukuran kesalehan menurut agama-agama ini adalah dengan cara memutuskan diri dari kehidupan masyarakat, hidup menyendiri dan acuh tak acuh dengan segala bentuk pergolakan kehidupan sosial. Bagi mereka, hidup membujang adalah syarat pertama sebelum mengarungi hidup suci. Islam sangat berbeda dengan agama-agama tersebut. Meskipun Islam memerintahkan setiap Muslim untuk hidup suci, namun ukuran kesucian menurut Islam sangat jauh berlawanan dengan agama-agama diatas. Islam tidak menafikan bahwa setiap Muslim adalah makhluk manusia yang harus tetap melangsungkan hidup hingga ajal tiba.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya: Islam bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain…

Sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rasululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Wallohu a’lam.

Daftar Pustaka

At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63.

Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14,17,21,23

www.muslim.or.id

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "ISLAM"

Posting Komentar

saran dan kritikan dari pembaca amat sangat sy harapkan